Rabu, 05 Maret 2008

PENGEMBANGAN ILMU-ILMU KEISLAMAN DI IAIN AR-RANIRY

Oleh: Prof. Dr. H. M. Nasir Budiman, MA

A. Pendahuluan
Globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan adanya sistem satelit informasi dunia, konsumsi global, gaya hidup, pola hidup kosmopolitan, bahkan pola fikir tanpa batas, serta mundurnya kedaulatan suatu negara kesatuan dan tumbuhnya kesadaran global bahwa dunia adalah sebuah lingkungan yang terbentuk secara berkesinambungan dan muncul kebudayaan global yang membawa pengaruh terhadap perkembangan sosial, budaya dan nilai yang beraneka ragam.
Konsekuensi yang tidak dapat dihindari adalah munculnya konflik nilai-nilai sosial dan budaya antar bangsa.



B. Tradisi Pengembangan Ilmu di IAIN Ar-Raniry
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri merupakan lembaga pendidikan tinggi yang difokuskan pada kajian keislaman. Berdasarkan KEPMEN No. 110 Tahun 1982 bahwa pembidangan Ilmu Agama Islam dibagi kepada delapan bidang, yaitu: (1) Ilmu al-Qur’an dan Hadits; (2) Pemikiran dalam Islam; (3) ilmu Fiqh (Hukum Islam) atau Pranata Sosial; (4) Ilmu Sejarah dan Peradaban Islam; (5) ilmu bahasa; (6) ilmu Pendidikan Islam; (7) ilmu Dakwah Islam; dan (8) ilmu Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam.
Berdasarkan fokus kajian keilmuan di atas, maka kajian di berbagai Fakultas di IAIN Ar-Raniry dapat diklasifikasi lagi pada dua bidang, yaitu Studi Islam Teologi dan Studi Islam Interdisipliner. Studi Islam teologi merupakan mata kuliah keislaman, seperti Fiqh, al-Qur'an, al-Hadith, Sejarah Peradaban Islam, Tawhid dikaji dalam kerangka untuk menghasilkan ahli berpengetahuan agama Islam. Sementara Studi Islam interdisipliner (juga multidisipliner) didasarkan pada tiga pilar utama wahyu ('aqidah, syari'ah, dan akhlak) untuk mengkaji berbagai disiplin ilmu empiris, sehingga dapat melahirkan ahli ilmu empiris yang Islami.
Dengan prinsip tersebut dan sesuai dengan perkembangan zaman, maka pengembangan ilmu di tingkat fakultas di lingkungan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh dianalisis sebagai berikut:
1. Fakultas Ushuluddin dikembangkan menjadi feedingsschool untuk ilmu-ilmu humaniora dan dasar-dasar keislaman yang bersumber dari wahyu. Untuk itu di Fakultas Ushuluddin mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan Program Studi Tafsir, Hadits, Perbandingan Agama dan Multikultural, Filsafat dan program studi Ilmu Kalam.
2. Fakultas Syari'ah dikembangkan menjadi feedings-school untuk ilmu-ilmu hukum, pranata sosial dan teknologi yang Islami. Maka untuk itu Fakultas Syari’ah mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan beberapa Program Studi, yakni program studi ilmu hukum, Hukum Internasional, Hukum Keluarga, Hukum Ekonomi, Hukum PerBankan, Hukum politik, dan Hukum Teknologi di samping Program Studi yang telah ada.
3. Fakultas Tarbiyah dikembangkan menjadi feedings-school untuk ilmu-ilmu Kependidikan Agama Islam, Sosial, MIPA.dan Humaniora. Dalam hal ini Fakultas Tarbiyah mempunyai kemungkinan dikembangkan Program Studi, Pendidikan Fiqh, Pendidikan Qur’an-Hadis, Pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam, Pendidikan Aqidah Akhlak, Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Geografi, Pendidikan Guru Bimbingan Konseling, Pendidikan Matematika, Pendidikan Biologi, Pendidikan Kimia, Pendidikan Fisika dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah/SD.
4. Fakultas Dakwah dikembangkan menjadi feedings-school untuk ilmu-ilmu komunikasi, kemasyarakatan, dan akhlaq. Maka di Fakultas ini mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan Program Studi ilmu Komunikasi dan Informasi, Penyiaran dan Press, Manajemen, psikologi Agama, Psikologi Massa, Bimbingan dan Penyuluhan, Kesejahteraan Sosial, dan ilmu Pembangunan Masyarakat Islam.
5. Fakultas Adab dikembangkan menjadi feedingsschool untuk ilmu-ilmu kebahasaan, antropologi, Sejarah Peradaban dan budaya Islami, untuk itu Fakultas Adab mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan Program Studi Sastra Arab, Sastra Inggris, Tarjamah, Seni dan Arsitektur Islam, arkeologi Islam, dan Sejarah Kebudaya Islam.
Pembagian, klasifikasi dan fokus kajian keislaman dalam fakultas-fakultas di atas dilandasi pada beberapa pertimbangan. Pertama, dunia yang semakin global, persoalan kultur, budaya, bahasa, etnis merupakan gejala multikultural yang mau tidak mau harus dikembangkan oleh Fakultas Adab agar ilmu keislaman tidak tampil eksklusif, sehingga Islam dan umatnya benar-benar menjadi rahmatan li al-'Alamin dan khayran ummah di dunia global.
Kedua, sistem pendidikan sekularistik dan materialistik membuat tujuan pendidikan tidak lagi didasarkan pada pembentukan akhlaq, proses pendidikan tidak lebih dari sekedar transfer of knowledge, sementara proses internalisasi nilai-nilai Islam (personality) menjadi terabaikan. Maka Fakultas Tarbiyah semakin penting melakukan kajian ilmu-ilmu sosial agar mampu menjadi acuan pada ilmu pendidikan dan sistem pendidikan itu sendiri. Kajian tersebut diharapkan akan menghasilkan konsep pendidikan Islam (Timur; Indonesia dan negara-negara Islam lainnya) yang berbeda dengan konsep pendidikan sekuler (Barat; Amerika dan negara-negara sekuler lainnya).
Ketiga, dinamika intelektual yang telah berkembang di Aceh, diakui atau tidak, cukup memberi pengaruh yang signifikan bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan di Indonesia. Sampai saat ini masih diakui bahwa Aceh memiliki peran penting dalam mentransmisikan ilmu keislaman dari Timur Tengah ke Nusantara. Ada kesan selama ini, kemasyhuran yang dimiliki rakyat Aceh tempoe doeloe sedang diupayakan untuk kembali lagi. Demikian halnya dnegan Syari’at Islam, kendatipun konflik yang berkepanjangan dan musibah Tsunami, tetapi usaha-usaha untuk menjadikan Aceh sebagai kawasan terdepan dalam menjalankan syari‘at Islam patut dihargai. IAIN Ar-Raniry, terutama Fakultas Syari’ah telah banyak mengambil peran untuk mewujudkan perubahan-perubahan tersebut. Bahkan telah menduduki pada posisi strategis di berbagai sektoral.
Dengan demikian, dengan adanya UUPA No. 11 Tahun 2006 peran Fak. Syari’ah semakin penting melaksanakan pengembangan ilmu ke-Syari’ah-an dalam berbagai dimensi kehidupan.
Keempat, berdasarkan analisis terhadap landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis serta dikaitkan dengan sejarah kemunculan cabang-cabang ilmu, posisi Fakultas Ushuluddin menjadi sangat urgen mengkaji corak ilmu yang lahir di dunia modern ini, terutama terhadap penggunaan dialektika monistik materialisme yang memiliki empat sifat, yaitu materialistik, emperik, rasional (logik) dan kuantitatif (disingkat menjadi Merk). Inilah yang menyebabkan ilmu secara epistemologi tak ada hubungannya dengan agama dan nilai.
Hal tersebut di atas juga terjadi pada cabang Ilmu yang bercorak spesialistik. Dalam hal ini orientasi ilmuwan dalam menekuni ilmu pengetahuan semakin sempit, sejalan dengan corak ilmu pengetahuan yang dewasa ini bersifat spesialistik. Hal ini memberikan berdampak pada:
1. Ilmu spesifik akan kurang mengenal jati dirinya sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan, terasing & kurang menghargai cabang Ilmu Pengetahuan yang lain.
2. Ilmuwan spesifik lebih bercorak pragmatik, sehingga kurang memperhatikan nilai-nilai hidup secara kaffah serta kurang memberikan orientasi, pemilihan dan kebebasan.
Karenanya kajian Fakultas Ushuluddin diarahkan kepada pengembangan “Keutuhan Ilmu” yang digali dari wahyu, baik dari ayat-ayat Qawliyah maupun dari ayat-ayat Kawniyah. Pendekatan rasional analitis dapat saja dipergunakan, namun perlu dikaitkan ilmu, moral dan seni (art) melalui pengkajian falsafah dengan tiga landasan dasar (epistemologi, ontologi dan aksiologi) sebagai aspek bahasannya. Keutuhan ilmu dalam sejarah dapat diproses melalui tiga tahap; Tahap ilmu mistik-intuitif yang merupakan sistesis ilmu, moral dan seni; Tahap ilmu rasional-analitis yang bercirikan ilmu itu netral, bebas nilai, moral dan mistik; dan Tahap ilmu rasional-intuitif yang bercirikan “keutuhan ilmu” dapat didekati secara falsafati baik dari segi apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi).
Kelima, dalam rekaman sejarah Dakwah Nabi Muhammad saw, terungkap bahwa beliau tahap pertama berdakwah secara sembunyi-sembunyi, kemudian secara terang-terangan, namun pada awalnya tidak langsung membuahkan hasil positif. Respon yang muncul dari masyarakat Quraisy sungguh sangat menyakitkan; intimidasi, sabotase, isolasi dan kekerasan untuk menghalang-halangi meluasnya ajaran Islam. Salah satu upaya yang pantas diteladani pada saat ini adalah “Bersatu dalam Keragaman atau dalam multi-kultural”. Dalam bingkai inilah ilmu Dakwah dikembangkan melalui Jurnalistik, Social Work, dll.

C. Ilmu Pengetahuan &Fungsi Penelitian dalam Pengembangan Ilmu
Semua pertimbangan pengembangan ilmu yg telah dijelaskan di atas dan perlu dikembangkan melalui jalur penelitian. Sebab, sudah menjadi kesadaran kolektif bahwa ilmu atau pengetahuan ilmiah merupakan kontributor terpenting bagai pemecahan problematika kehidupan manusia dari waktu ke waktu. Penelitian yg diorientasikan pada pengembangan ilmu dan tuntutan kehidupan manusialah yang memiliki kontribusi besar.
Gagasan dasar pengembangan ilmu melalui penelitian bertujuan untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan melalui pendektan ilmiah, sehingga semua pihak akan menerima kebenaran, khususnya kebenaran dalam Islam. Selain itu penelitian juga akan menjamin terbangunnya sinergisitas kaidah Ilma Agama Islam dengan kaidah sosial dalam konteks satuan tertentu, terutama dalam konteks manusia Indonesia. Dan yang paling penting adalah penelitian akan mensenergiskan Ilmu Agama Islam dengan ilmu sosial, humaniora, dan ilmu kealaman dalam kegiatan penelitian yang multi-inter-disipliner.
Di samping apa yang telah dijelaskan di atas, Tridharma Perguruan Tinggi juga perlu disinergikan dengan:
1. Dalam penyelenggaraan pendidikan, ilmu (pengetahuan) dipandang sebagai produk. Ilmu merupakan produk pemikiran dan penelitian para ahli, termasuk Dosen sesuai dengan bidangnya. Produk itu dialihkan (transfer oh knowledge) kepada mahasiswa dalam proses pendidikan. Produk itu menjadi titik tolak penelitian selanjutnya dan pengabdian kepada masyarakat untuk mengembangkan unsur substansi, informasi dan unsur metodologi.
2. Penelitian dipandang sebagai proses. Ilmu dikembangkan melalui cara kerja ilmiah sesuai dengan pendekatan dan model penelitian yang digunakan. Hasil penelitian dialihkan kepada mahasiswa dalam penyelenggaraan pendidikan.
3. Dalam penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat, ilmu dipandang sebagai metode. Ilmu ditempatkan sebagai instrumen dan cara kerja untuk memecahkan masalah kemasyarakatan secara ilmiah
Model penelitian khusus untuk pengembangan ilmu menjadi Islami dapat dilakukan beberapa model. Dalam makalah ini dikemukakan empat model saja, yaitu: model pengembangan pendekatan deduktif, model pengembangan multi-inter-disipliner, model reflektif kontekstual, dan model Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang telah dikemukakan Ismail Raji al-Faruqi.
Model Pengembangan Ilmu Pendekatan Deduktif adalah sebagai berikut:
1. Konseptualisasi teori secara ideal (moralitas atau transendental)
a. Kalau konsep ideal dibangun atas dasar moralitas, maka dimulai dengan cara membangun aksioma
b. Kalau konsep ideal dibangun atas dasar transendental, maka dimulai dari pemaknaan dalam arti takwil terhadap ayat-ayat al-Qur'an dan pemaknaan terhadap hadith Nabi Muhammad saw.
2. Membangun sistematika semua disiplin ilmu yang dikaji dari berbagai postulat
3. Melakukan analisis melalui proses pola fikir reflektif dan sintesis antara berbagai disiplin ilmu dan teori yang telah dibangun di atas.
4. penarikan kesimpulan

Model Pengembangan Ilmu Multi-inter-disipliner menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengembangan multidisipliner dilakukan dengan cara mengembangkan suatu disiplin ilmu melalui analisis dengan disiplin ilmu yang terkait, misalnya penelitian untuk mengembangkan ilmu pendidikan menjadi Islami, maka ilmu pendidikan dikonsultasikan dengan ilmu psikologi, sosiologi, kebudayaan, dan wahyu (al-Qur'an dan Hadith).
2. Pengembangan interdisipliner dilakukan dengan cara memaknai suatu konsep dari berbagai disiplin ilmu dikonsultasikan dengan wahyu (al-Qur'an dan Hadith).

Model Pengembangan Ilmu Pendekatan Reflektif Kontekstual adalah sebagai berikut:
1. model pengembangan reflektif kontekstual dapat ditempuh melalui proses berfikir secara bolak balik antara wahyu Allah dan data emperi (disiplin ilmu tertentu), sehingga ditemukan kesesuaian makna antara wahyu dan ilmu pengetahuan tersebut atau dapat pula dipakai metode mawdhu'i. Adapun langkah-langkahnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Hayy Al-Farmawi berikut ini:
2. Menetapkan masalah dan judul yang akan dibahas
3. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
4. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab al-Nuzul
5. Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing
6. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline)
7. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan
8. Mempelajari ayat-ayat tsb secara keseluruhan dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan antara yang 'Amm (umum) dan yang Khas (khusus), mutlaq dan muqayyad atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara tanpa perbedan atau pemaksaan.

Sementara itu Model Pengembangan Ilmu yang dikemukakan oleh Isma’il al-Faruqi adalah sebagai berikut.
1. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
2. Similarisasi, yaitu pencarian kesamaan antara konsep-konsep sains dan konsep-konsep Islam
3. Paralelisasi, yaitu pencarian hal-hal yang identik antara konsep Islam dan konsep sains
4. Komplementasi , yaitu saling mengisi antara konsep sains dan konsep Islam
5. Komparasi, yaitu membandingkan antara konsep sains dan konsep Islam sampai menemukan gejala-gejala yang sama
6. Induktifikasi, yaitu asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmiah yang didukung oleh temuan-temuan emperi dilanjutkan pemikirannya secara teori abstrak ke arah pemikiran metafisik/gaib.
7. Verifikasi, yaitu mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang menunjang dan membuktikan kebenaran wahyu.